Sabtu, 19 Juli 2008

Bab 2: Awal Dari Sebuah Cacian

Saat sekolah, Sandra memilih bangku paling depan, di kelasnya. Di belakangnya, duduklah siswi cantik, bernama Wendy. Dia adalah teman satu kamar Sandra. Di sebelah kirinya duduklah siswa berkacamata. Siswa ini tampak dungu. Dia bernama Rupert. Pelajaran dimulai tepat pukul delapan. Sandra bosan dengan pelajaran yang sedang dihadapinya saat ini. Ia menyesal telah memilih tempat paling depan. Ia berharap waktu istirahat segera tiba.

Tiba-tiba, guru matematika itu memanggil seorang murid, untuk mengerjakan soal di papan tulis. Namun..

Dasar bodoh! Soal seperti ini saja kau tidak bisa!” Guru itu memarahi murid tersebut, karena pekerjaaannya salah semua. Kemudian, ia memanggil seorang murid lainnya. Sama. Siswi itu juga tidak bisa mengerjakannya. Guru itu mengolok-olok keduanya. Kedua murid itu hanya diam. Seisi kelas tidak ada yang berani membela atau menolong mereka, karena takut.

Dan tepat pukul setengah sepuluh, istirahat pun tiba.

Sandra jadi senang. Ia langsung menuju kantin. Di kantin masih sepi. Hanya ada beberapa murid saja yang sudah nongkrong di situ. Sandra memilih tempat di dekat wasteful saja. Dia memesan sepiring spaghetti dan segelas pepsi. Baginya, ini adalah saat yang paling tepat, untuk cuci mata, menyaksikan cowok-cowok ganteng, yang baru datang ke kantin. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada seorang siswa tampan, yang sedang asyik ngobrol bersama teman-temanya. “Hah? Bukankah itu cowok yang tadi malam?” gumam Sandra. “Wah.. gawat, nih!” sebelum laki-laki itu menoleh pada Sandra, Sandra segera ambil langkah seribu. Dia menghambur kembali ke kelas. Saking takutnya, dia sampai lupa membayar pesanannya. “Uh! Dasar sialan!” umpat Sandra. Sandra duduk di bangkunya. Dia capek sekali. Habis berlari-lari tadi.

Pada saat yang dianggapnya aman ini, Sandra mendapat kejutan lagi.

Ada siswa yang mati!!!” seru seorang siswa, yang baru masuk ke kelas. Ada siswa yang mati!!!” siswa itu mengulangi kata-katanya.

Hal itu membuat seisi kelas menjadi gempar.

Siapa yang mati?” tanya seorang siswi, yang bertubuh gemuk.

Ng.. anu.. bukan siswa, sih. Dia guru matematika, yang baru saja mengajar di kelas kita,” jawab siswa itu. “Ditemukan tewas di wc, barusan,” tambah siswa itu.

Kenapa dia mendadak meninggal? Bukankah tadi dia baik-baik saja?” tanya Wendy.

Sandra hanya mendengarkan tanpa komentar sedikit pun.

Begini ceritanya, kan tadi, waktu aku ke toilet sekolah, sudah banyak siswa dan siswi yang berkumpul di toilet. Ku kira, mereka mau antri wc. Ternyata, mereka menemukan guru itu, tergeletak di lantai kamar mandi. Sudah tidak bernyawa. Yang pertama kali menemukan adalah Roman dan Mickey, kakak kelas kita.” Anak itu menjelaskan sampai detail sekali. Sampai-sampai, keringat yang membasahi dahinya, tidak dihiraukan, dan baru diusap setelah menyelesaikan ceitanya.

Sandra ingin tau bagimana kondisi jenazahnya. Tapi, sebelum sempat dia bertanya, anak itu meneruskan ceritanya. Seisi kelas yang mendengarkan dengan seksama, seperti sedang mendengarkan pelajaran sejarah. Anak itu menjelaskan, kalau guru tersebut waktu ditemukan, tubuhnya sudah penuh luka. Di perutnya, terdapat sebuah kapak yang menancap, sampai tembus ke punggung. Ih.. pokoknya, kondisi guru itu sangat mengenaskan. Rasanya Sandra ingin muntah, karena mendengarkan cerita anak itu. Sandra segera keluar dari kelas, dan menuju ke halaman sekolah. Mondar-mandir, sambil menunggu bel masuk berdentang. Tapi, karena kejadian tersebut, pelajaran selanjutnya diliburkan dulu.

Sandra kembali ke asramanya. Ia langsung menuju kamarnya di lantai dua belas. Teman sekamarnya, Sidney, ternyata sudah datang duluan. Yang lain, seperti Aghata, Tatum, baby, Terry, Wendy, Emma, Maria, dan Sissy, belum datang.


Sore hari, guru itu baru dimakamkan. Ken dan teman sekamarnya heran dengan kejadian itu. Mendadak sekali. Tapi, yang lebih mengherankan, dan membuat mereka penasaran adalah ‘SIAPA PEMBUNUHNYA?’. Rasanya, ada yang ganjil dengan kejadian ini.

Pak Sam mengajar matematika. Dia memang guru yang keras. Banyak yang tidak suka padanya. Karena, kalau mengajar, jika murid tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan, dia akan mencaci maki anak itu. Bagaimana tidak sakit hati. Ya, kan? Pantas saja dia dibunuh dengan sadis seperti itu. Aku juga sering mendapat caciannya, karena tidak bisa menjawab soal yang diberikan, saat tes,” ujar si gendut Ron. Dia memang tidak suka pada guru yang tewas itu.

Benar-benar misterius,” kata Daniel.

Bagimana kalau kita selidiki pembunuhnya?” usul Kevin.

Belum sempat ada yang menjawab, tiba-tiba terdengar seruan seorang siswa. “Ada yang meninggal lagi!” siswa itu terus mengulangi seruannya.

Roman, yang kamarnya di sebelah kamar Ken, menuju kamar sahabatnya, Mickey. “Ada yang mati lagi,” kata Roman.

Ya. Aku dengar seruan anak itu,” jawab Mickey. Kemudian, Mickey memanggil siswa tersebut. “Hei, kemari kau!” Mickey melambaikan tangannya pada siswa tersebut.

Siswa itu memenuhi panggilan Mickey. “Ada apa?”

Siapa yang meninggal?” Mickey balik bertanya pada siswa itu.

Bu Brandy, guru matematika dasar. Dia ditemukan oleh Bu Carla, di toilet guru. Lukanya sama dengan luka Pak Sam.” Anak itu selesai menceritakan beritanya, langsung pergi.

Aneh. Dari tadi, yang mati selalu di toilet. Dan yang lebih aneh lagi, yang mati adalah guru. Guru yang keras, yang mengajar pelajaran sulit, seperti matematika.” Mickey mengerutkan keningnya, lalu menggelengkan kepalanya, karena heran.

Roman juga sama bingungnya dengan Mickey. “Bukankah, tadi Bu Brandy terakhir mengajar di kls kita? Karena menggantikan guru asli yang mendadak ada keperluan ke kota. Dan dia, baru memarahi seorang teman kita, karena jawabannya, juga rumus yang ditulisnya di papan, salah semua,” kata Roman, yang masih bingung dan heran.

Tidak ada komentar: