Sabtu, 19 Juli 2008

Bab 4: Kerja Sama yang Kompak Dalam Berdebat

Keesokan harinya, semua siswa dan siswi dikumpulkan di aula asrama, yang luas sekali.


Sebelum acara dimulai, Sandra mencari Ken. Saat ia sudah berdiri di pintu aula, ada seorang siswa yang mendekatinya. Dia adalah Roman.

Lalu, Roman bertanya pada Sandra, “Sedang apa kau di sini?”

Apa urusanmu?” Sandra berbalik bertanya pada siswa itu.

Karena ini bukan acara menunggu seseorang. Jadi, ayo masuk!”

Apa sih, urusanmu? Aku sedang menunggu seseorang yang sangat penting bagiku. Mengerti? Kalau tidak ada orang itu, aku tidak mau masuk. Sudah jelas?” Sandra tidak takut pada siswa itu. padahal, siswa itu sudah mengancam akan melaporkan pada guru. Tapi, apa tanggapan Sandra? Dia tidak memperdulikannya. Malah, Sandra keluar dari ruanagan.

Beberapa saat kemudian, Ken dan Rupert datang.

Hai, Sandra!” sapa Ken.

Hai!” balas Sandra. “Ayo, kita masuk.”

Ayo.” Ken pun menggandeng tangan Sandra, memasuki aula asrama.


Semua siswa dan siswi sudah berkumpul di aula. Termasuk para guru. Seorang pria, yang belum terlalu tua, maju. Beliau adalah kepala asrama ini. Mr. Harry. Dia berdiri dengan mic di tangannya. “Anak-anakku.. “Beliau mulai membuka pembicaraan. “Sekian lama asrama ini berdiri, tidak pernah ada kejadian yang begitu mengerikan seperti ini. Pembunuhan terhadap empat orang guru matematika itu, begitu sadis. Dan aku tak ingin anak-anakku mengalami nasib yang sama seperti mereka. Maka dari itu, aku akan segera memulangkan kalian, sampai situasi benar-benar aman. Aku sudah mengutus Mr. Arrish, untuk menghubungi orang tua kalian.”

Kemudian, Ken berdiri. “Pak, saya rasa.. anda tidak perlu memulangkan kami. Kami akan membantu mencari pembunuh itu.”

Aku tau, maksud kalian baik mau membantu mencari pembunuhnya. Tapi, ini sangat berbahaya. Nyawa kalian tauhannya. Lebih baik, kejadian ini, kita serahkan saja pada polisi. Biar polisi yang menanganinya, karena memang sudah tugas polisi.

Lalu, Sandra berdiri. “Pak, kami tak peduli. Seberapa pun bahayanya, kami akan membantu memecahkan misteri ini. Kami jangan dipulangkan. Karena, akan menambah rumit masalah ini. Siapa tau, pembunuhnya ada di antara kami. Dan, saat dipulangkan, dia akan melarikan diri.” Setelah mengungkapkan pendapatnya, Sandra kembali duduk di kursinya.

Ken mengacungkan ibu jarinya, sambil berkata, “Bagus, Sayang!”

Usulmu bagus juga. Tapi, kekhawatiranku tidak dapat ku bendung lagi. Aku mengkhawatirkan kalian semua.”

Keputusan anda untuk memulangkan kami, sudah tepat.” Tiba-tiba seorang siswa berkata begitu. Dia adalah Roman. “Saya tidak setuju dengan pendapat nona itu. Kalau kami masih tetap di sini, akan memperumit permasalahan. Siapa tau, si pembunuh juga mengincar orang-orang di antara kami ini. Dan, kalau sampai harus ada yang mati lagi, bukan tidak mungkin, yang akan dibunuh adalah murid.” Pendapat Roman, begitu menentang pendapat Sandra dan Ken.

Sandra jadi emosi. “Apa kau bilang? Memulangkan murid-murid, sama saja membiarkan si pembunuh bebas dari pertanggungjawabannya, apa kau mengerti itu?”

Aku yakin, pembunuhnya tidak ada diantara kita. Untuk apa mereka membunuh guru? Walau pun para guru matematika itu keras, tapi, tidak mungkin murid membunuh gurunya.”

Setelah mendengar pendapatmu ini, aku jadi merasa, apa mungkin kau pembunuhnya? Makanya, kau ingin kita semua dipulangkan, agar kau bisa bebas melarikan diri? Begitu, kan?”

Apa? Kau ini picik sekali, yah? Aku ingatkan, kau tidak berhak menuduh, apalagi memvonis seseorang sebagai pembunuh, karena kau tidak punya bukti apa-apa.” Roman juga ikut emosi.

Tidak punya bukti, katamu? Apa semua pendapatmu itu, masih kurang jelas, untuk dijadikan bukti? Kami semua di sini tidak bodoh. Aku yakin, pendapatmu itu, adalah salah satu cara, supaya kau tidak ketahuan, sebagai pembunuh. Mana ada pembunuh yang mau mengaku.”

Suasana aula jadi panas. Karena Sandra dan Roman mulai bersitegang, mulai berdebat. Ken sendiri tidak bisa menahan Sandra.

Maka..

Sudahlah, kalian tidak perlu bersitegang seperti ini. Kalian boleh mengungkapkan pendapat kalian. Tapi, tidak harus saling bertengkar. Baiklah, aku akan memikirkan sekali lagi keputusanku ini.”

Setelah itu, para murid bubar.

Sandra, kau berani sekali tadi..” Ken menatap Sandra.

Kalau tidak ada yang berani begitu, dia akan besar kepala.”

Sandra melihat Tatum dan Baby yang lewat di depannya. Tanpa memanggil terlebih dulu, Sandra menarik pergelangan tangan Baby. Baby yang suka latah, kageet, dan mengeluarkan kata-kata latahnya.

Akh.. aduh, copot, eh, lepas, eh.. aduh.. Sandra..!!!” Saat tau, kalau yang menarik pergelangan tangannya adalah Sandra, dia jadi tenang. “Uh! Sandra, kamu bikin aku kaget saja. Aku kira pembunuhnya, yang menarik tanganku. Hampir deh, jantungku copot.”

Tatum dan Sandra tertawa.

Kamu sih, jadi orang suka latah. Makanya, mulai sekarang, kamu harus latihan berani menghadapi kejutan, tanpa mengeluarkan latahmu itu.” Tatum berceramah mengenai pobhia temannya yang satu ini.

Eh, kita kembali ke asrama, yuk!” ajak Sandra.

Ayo!” keduanya menyetujui.

Ken, aku pulang dulu, yah.” Sandra pamit pada Ken.


Sandra, Tatum, dan Baby berjalan sanmbil bersenda gurau.

Tadi itu siapa?” tanya Ken.

Temanku. Namanya Ken,” jawab Sandra.

Hm.. teman, apa teman?” goda Baby.

Teman, kok,” jawab Sandra. “Tidak percaya?”

Baby dan Tatum menggelengkan kepala.

Ya sudah. Tanya saja pada orangnya.”

Sampai di kamar, Baby langsung mendekati Wendy, yang sedang membaca buku. “Wendy, teman kita, ada yang lagi pacaran,” kata Baby.

Wendy sedikit terkejut mendengar ucapan Baby. Ia membelalakkan matanya. Seperti orang yang tidak mengerti arti pacaran. Dengan nada penasaran, campur senang, Wendy langsung bertanya pada Baby. “Siapa?”

Ng.. dia.” Baby menunjuk Sandra, yang sudah pasang tampang cuek.

Sandra, apa benar, kau sudah punya pacar?” tanya Wendy.

Tapi Sandra tidak menanggapinya.


Tidak ada komentar: